07
Feb
09

PENTINGNYA MEMAHAMI,MENGHARGAI,MENGAKUI DAN MENERIMA PERBEDAAN


I. PENGANTAR
Tidak ada yang menghendaki kita hidup bercerai berai hanya karena alasan kita berbeda satu sama lainnya dalam hal berbeda etnis, bahasa, keyakinan, kebiasaan, makanan, dan lain-lain. Tulisan ini sengaja disajikan dengan tujuan mengangkat sebuah tema penting seperti mengapa kita berbeda dan upaya apa yang seharusnya kita lakukan untuk menyikapi perbedaan itu, sehingga perbedaan itu tidak perlu dipersoalkan apalagi sampai menyulut konflik sosial yang justru akan menghancurkan kehidupan kita di muka bumi ini.

II. MENGAPA KITA BERBEDA?
Jawaban awam adalah karena kita memiliki kebudayaan yang berbeda. Jawaban ini bisa dibetulkan, namun masih perlu banyak klarifikasi dan contoh-contohnya. Menurut Panikos Panayi(2000) bentuk-bentuk keberagaman/anekawarna/perbedaan itu dapat dilihat dari dua hal, yaitu:
Pertama, Perbedaan secara biologis mencakup:
a. Jenis Kelamin(seks) seperti laki-laki dan perempuan
b. Usia. Yang lebih penting di sini adalah pembedaan antara usia muda dan tua
c. Intelektual, yaitu pembedaan yang ditentukan oleh kepandaian/kepintaran seseorang. Di sini juga berhubungan dengan perbedaan pendapat atau persepsi seseorang terhadap suatu masalah.
d. Ras. pembedaan di sini ditentukan oleh asal-usul dan pengolongan ras umat manusia seperti Kaukasoid, Mongoloid, Negroid, dan ras-ras khusus seperti:Polynesia, Weddid, Australoid, Ainu, Bushman, Melanozoid.

Kedua, Perbedaan Berdasarkan Kondisi Sosial Budaya, Mencakup:
a. Suku bangsa yang berhubungan dengan adat-istiadat, kesenian, pakaian, bahasa, teknologi, sistem pengetahuan, ciri-ciri fisik, ritual, makanan khas/ tradisional, dan kesamaan dalam tata nilai, pandangan tentang jagad raya, dan lain-lain.
b. Agama berhubungan dengan kepercayaan/keyakinan umat manusia pada Tuhan Yang Maha Esa. Yang penting ditunjukkan di sini bahwa kita mengenal banyak agama: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Kaharingan.

c. Klan dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu klan besar dan klan kecil. Klan besar adalah suatu kelompok kekerabatan yang berasal dari satu nenek moyang, dan klan kecil adalah suatu kelompok kekerabatan yang terdiri dari satu nenek moyang melalui garis keturunan ayah atau garis ibu. Klan berarti kerabat atau Marga di Sumatera atau Buay di Lampung.
d. Profesi berhubungan erat dengan keahlian dan jabatan seseorang dan profesi inipun menciptakan keanekaragaman dalam masyarakat.

Pertanyaan selanjutnya adalah faktor apa yang membuat perbedaan-perbedaan itu? Untuk menjawab pertanyaan ini kita diminta untuk terlebih dahulu memahami konsep kebudayaan karena kebudayaan adalah suatu alat yang berguna untuk memahami prilaku manusia di seluruh dunia, juga di negeri kita sendiri. Pandangan-pandangan mengenai konsep ini terutama berasal dari ilmu-ilmu prilaku manusia(Behavioral Sciences) seperti sosiologi, antropologi dan psikologi. Ilmu-ilmu sosial tersebut mempelajari dan menjelaskan kepada kita tentang bagaimana orang-orang berprilaku, mengapa mereka berprilaku demikian, dan apa hubungan antara prilaku manusia dengan lingkungannya. Secara umum kita cendrung memandang prilaku orang lain dalam konteks latar belakang kita sendiri(etnosentrisme), yaitu kita melihat dan menilai orang lain dari perspektif “dunia kecil” kita sendiri dan karenanya bersifat subjektif. Antropologi sosial, pada khususnya membantu kita untuk menyeimbangkan perspektif kita dengan memberikan cara-cara yang objektif untuk menganalisis dan mengantisipasi kemiripan-kemiripan dan perbedaan-perbedaan budaya. Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial mereka sebagai suatu proses adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Perubahan suatu lingkungan dapat pula mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan kebudayaan, dan perubahan kebudayaan dapat pula terjadi karena mekanisme lain seperti munculnya penemuan baru(invention), penyebaran kebudayaan(difusi) dan penerimaan kebudayaan lain(akulturasi).

Hubungan timbal balik antara manusia dan alam akan menciptakan suatu kebudayaan baru dan perubahan kebudayaan. Misalnya, bagaimana manusia berusaha hidup harmonis atau beradaptasi dengan alam, yaitu membangun rumah tahan gempa di daerah rawan gempa; orang Dayak membangun rumah panggung untuk mengantisipasi bahaya banjir dan binatang buas; Orang Eskimo tinggal di rumah Igloo dan membuat pakian dari kulit binatang agar tahan terhadap cuaca dingin ; masyarakat yang tinggal di tepi pantai dan masyarakat yang tinggal di pedalaman, masyarakat di pedesaan dan masyarakat di perkotaan pasti memiliki mentalitas dan kepribadian yang berbeda yang ditempa oleh alam di mana mereka berada. Misalnya masyarakat pedesaan masih memiliki ciri masyarakat komunal dan subsisten, sementara di perkotaan masyarakat bercirikan masyarakat individual dan materialistis. Masyarakat nelayan yang tinggal di tepi pantai pada umumnya memiliki sifat keras dan pemberani karena sudah dibentuk oleh alam yang ganas seperti ombak dan gelombang yang sangat berbahaya.

III. DAMPAK GLOBALISASI
Secara sederhana Globalisasi dapat dipahami sebagai proses Westernisasi, dimana arus globalisasi akan menghancurkan integritas budaya negara lain karena globalisasi dianggap sangat represif, eksploitatif, dan berbahaya bagi semua orang. Menurut Widen(2001) konsep globalisasi dapat dipahami melalui berbagai peristiwa sejarah yang meningkatkan arus globalisasi itu sendiri, seperti: (1) ekspansi Eropa dengan navigasi perdagangan;(2)revolusi industri yang mendorong pencarian tempat pemasaran hasil industrinya; (3)pertumbuhan kolonialisme dan imperialisme; (4)pertumbuhan kapitalisme; (5)perkembangan revolusi teknologi dan informasi; (6)persebaran ideologi universal seperti HAM, kebebasan, kesejahteraan, toleransi, kesehatan, pendidikan, agama, demokrasi, dan harga diri; (7) mobilitas manusia ke berbagai penjuru dunia.
Salah satu dampak globalisasi yang ingin saya perlihatkan di sini adalah semakin mengentalnya FAHAM ETNOSENTRISME akibat menguatnya identitas kelompok berupa identitas etnik dan identitas agama sebagai akibat dari kurang siapnya kita menerima dan memahmi keberagaman yang semakin kompleks. ETNOSENTRISME adalah suatu faham yang memberi penilaian negatif terhadap semua budaya di luar kebudayaan sendiri, atau hanya mengangungkan kebudayaan sendiri dan merendahkan kebudayaan lain. Faham seperti ini sudah tidak cocok lagi dalam negara demokrasi dan masyarakat multikultural karena akan memicu berbagai konflik sosial dan mendorong terjadinya disintegrasi suku bangsa. Menurut DeFluer(1993); Robbins (1997); dan Raymond Scupin(1995) menguatnya Faham Etnosentrisme umumnya disebabkan oleh beberapa hal, yaitu;(a)terbatasnya pengetahuan atau wawasan seseorang terhadap dunia luar kelompok etnisnya; (b)rendahnya tingkat pendidikan seseorang sehingga ia tidak mampu mengembangkan cara berpikir kritis, apa yang ia dengar dan ia terima selalu benar adanya,(c)tertutupnya suatu kelompok etnik terhadap pengaruh dunia luar, dan (d) kuatnya induktrinasi dari pemimpin kelompok etnis/kelompok agama tertentu.

IV. DAMPAK OTONOMI DAERAH
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah adalah sebagai pengganti UU No. 5 Tahun 1979. Undang Undang yang baru ini membuka kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat lokal untuk berkembang dan merencanakan program pembanguan yang relevan dengan aspirasi masyarakat dan karakteristik geografis serta budaya setempat. Kesempatan seluas-luasnya di sini bukan berarti kebebasan seluas-luasnya. Kebebasan memang ada, namun kebebasan yang terbatas dan harus tetap dalam konteks NKRI. Artinya setiap suku bangsa dan budayanya memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan tidak boleh ada diskriminasi oleh siapapun, baik dari pemerintah maupun dari suku bangsa yang mayoritas. Adanya perbedaan pemahaman sekarang ini terhadap UU No. 32 Tahun 2004(No.22/1999 sebelum direvisi) lebih banyak disebabkan oleh adanya sentimen etnisitas yang berlebihan, sehingga kadang-kadang mengabaikan identitas nasional(nasionalisme). Kalau kita cermati secara kritis, UU Otonomi Daerah ini adalah undang-undang yang sesuai dengan konsep masyarakat Bhinneka Tunggal Ika, yang menghargai dan mengakomodasi keberagaman/anekawarna.

Dampak dari pengalaman kolektif masa lalu(kolonialisme, PKI dan Orba) serta pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah semakin mendorong terjadinya kebangkitan Identitas Etnik di mana-mana. Kebangkitan IdentitasEtnik dan kuatnya solidaritas etnik semakin memperuncing terjadinya berbagai perbedaan dan kepentingan yang pada akhirnya bisa menimbulkan berbagai konflik sosial di tanah air sampai pada saat ini. Suatu contoh, pada saat PILKADA(bupati dan gubernur) masyarakat selalu menyinggung tentang prioritas PUTRA DAERAH, dan agama tertentu. Masalahnya tetap kembali ke UU No:5/1979, yaitu karena semasa Orba keberagaman ingin diseragamankan sehingga kurang terbiasa untuk berbeda, semua kebijakan pembangunan, termasuk pimpinan/kepala daerah ditentukan dari atas(pusat). Sehingga setelah kita keluar dari “belenggu” Orba dan masuk ke era reformasi dan demokrasi, kita semua kaget dengan berbagai perbedaan yang ada di sekitar kita. Akibatnya muncullah berbagai sentimen yang bersifat negatif seperti etnosentrisme. Di dalam etnosentrisme itu sendiri masih banyak sub-sub sentimen lainnya seperti stereotype, prejudice, dan primordialisme.

V. UPAYA MENANGKAL FAHAM ETNOSENTRISME
1. The Melting Pot Policy
The Melting Pot Policy adalah kebijakan pemerintah Amerika Serikat pada abad ke-19 hingga awal abad ke -20 untuk mempercepat proses asimilasi para imigran. Kebijakan ini adalah langkah revolusioner untuk meng-Amerika-kan berbagai suku bangsa(imigran) yang ada di Benua Amerika. Tujuannya sangat sederhana yaitu bagaimana agar berbagai suku bangsa yang ada di sana bisa menghilangkan sentimen kesuku-bangsaannya masing-masing dan meleburkan diri mereka menjadi Bangsa Amerika tanpa harus menoleh kembali ke latar belakang asal-usul suku bangsa mereka. Apakah kebijakan tersebut berhasil? Tidak! Ternyata ide tersebut gagal total karena adalah tidak mungkin menghilangkan identitas etnik setiap suku bangsa(imigran) yang ada di Amerika. Sama halnya dengan orang Australia. Pada saat kita berbicara dengan mereka, mereka pasti akan bangga memperkenalkan tentang asal-usul negara mereka seperti Italia, Belanda, Spanyol, Francis, Nigeria, Polandia, Inggris, dan lain-lain, kendatipun mereka adalah bangsa Australia. Akhirnya kebijakan The Melting Pot itu diganti dengan kebijakan The Salad Bowl, yaitu menerima keanekaragaman yang ada, tetap memelihara dan membanggakan identitas etnik, namun tetap konsisten menjunjung tinggi identitas nasional sebagai bangsa Amerika.

2. Undang-Undang No: 5 Tahun 1979
Langkah yang mirip dengan kebijakan The Melting Pot itu, di Indonesia, selama pemerintah Rezim Orde Baru pernah menerapkan Undang-Undang No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintah Desa yaitu sebagai upaya pemerintah untuk membangun konsep nasionalisme dengan cara menyeragamkan seluruh pemerintahan desa di Indonesia, namun mengabaikan keberagaman yang ada. Kegagalan kebijakan The Melting Pot dan UU No.5/1979 itu terletak pada kurangnya pemahaman mereka terhadap konsep identitas etnik dan nasionalisme itu sendiri. Manusia disamakan dengan biji-biji besi yang bisa dileburkan menjadi satu lempengan besar. Di situlah kegagalan pemerintahan Orde Baru dalam Nation Building, karena mereka ingin melebur keanekaragaman (anekawarna) tadi menjadi satu warna. Selama rezim Orba, masyarakat lokal dan budaya lokal kurang diakui oleh pemerintah karena lebih mengutamakan masyarakat dan budaya dominan, dan berupaya agar masyarakat lokal dan minoritas mengikuti warna budaya dominan. dan budaya dominan tersebut.

3. Relativitas Budaya dan Pandangan Etnik
Sejak abad XX para antroplog(ahli kebudayaan) barat telah memikirkan cara untuk menangkal semakin menguatnya faham etnosentrisme pada suatu masyarakat multikultural sebagai akibat terjadinya persinggungan budaya yang beranekaragam dan semakin kompleks. Salah satu cara yang digalakkan adalah memberikan suatu pemahaman yang disebut dengan Relativitas Budaya/Kenisbian Budaya(Cultural Relativity). Menurut faham ini, suatu kebudayaan tidak ada yang lebih tinggi(lebih baik) dan tidak ada yang lebih rendah(lebih buruk). Hal ini berarti bahwa kita harus memberikan penghargaan yang sama kepada semua adat-istiadat yang beranekaragam yang terdapat dalam masyarakat kita. Dengan demikian penilaian tidak boleh didasarkan pada pengalaman pribadi yang ditafsirkan oleh setiap individu dengan ukuran dalam kebudayaan sendiri. Memahami suatu kebudayaan adalah suatu pekerjaan yang tidak gampang, karena seseorang harus mampu memahami kompleksitas simbolisme dalam unsur-unsur kebudayan itu menurut pandangan Emik(Emic View) Untuk mengerti dan menginterpretasikan setiap simbol budaya dalam hubungannya dengan praktek kehidupan suatu suku bangsa, seseorang harus dibekali dengan suatu sifat keterbukaan dan toleransi yang tinggi. Hal ini penting karena tiap-tiap simbol dari unsur kebudayaan memiliki makna dan nilai yang unik sesuai dengan simbol yang dimiliknya, dan harus menurut konsep dan nilai yang dibuat oleh pendukung budaya itu(Emic View), sehingga seseorang tidak boleh semaunya(subjektif) memberikan makna pada simbol budaya yang dijumpainya apalagi bila simbol budaya itu berada di luar kebudayaan yang dimiliknya. Menurut konsep Relativitas Budaya: tidak satupun budaya atau tradisi yang dapat dicap aneh, rendah, kuno, atau menjijikkan hanya karena ia berbeda dari apa yang kita miliki. Sebaliknya kita harus mampu dan bisa memahami suatu kebudayaan menurut konsep/nilai/simbol yang telah melekat pada kebudayaan itu sendiri(Robbins, 1997 & Whitten, 1976).

4. Pendidikan Multikulutral(The Study OF Cultural Diversity)
Ideologi Multikulturalisme adalah suatu kebijakan dan pendekatan budaya yang berorientasi pada prinsip-prinsip pelestarian budaya dan saling menghormati di antara kelompok-kelompok budaya dalam suatu masyarakat. Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang ideal dimana kelompok-kelompok masyarakat dapat hidup secara harmonis, bebas untuk melestarikan kebiasaan-kebiasaan agama, linguistik atau sosial, persamaan dalam hal akses sumber daya dan pelayanan, hak-hak sipil, kekuatan politis, dan lain-lain(Dufty, 1986). Secara sederhana multikulturalisme tidak hanya berarti keberagaman budaya, tapi yang termat penting adalah adanya pengakuan bahwa sebuah negara dan masyarakat adalah beragam dan majemuk. Makna pengakuan dan penghargaan di sini adalah kemampuan melihat bahwa berbagai perbedaan unsur budaya itu adalah suatu realitas yang tidak perlu dipertentangkan. Perbedaan baukanlah suatu hal yang negatif, tapi sebaliknya memberikan pengaruh positif agar kita mampu menjadi manusia multikultural.

Prinsisip dasar dari pendidikan multikultral adalah pengembangan sikap dan prilaku yang menghormati dan menghargai individu-individu dan kelompok-kelompok lain yang memiliki latar belakang berbeda sejak dini merupakan metode terbaik untuk meredam kemungkinan terjadinya konflik sosial, ketimbang mencoba memperbaikinya apabila konflik-konflik sosial yang mengancam integrasi nasional sudah terjadi.

Jika asumsi bahwa terjadinya berbagai konflik sosial di tanah air ini antara lain karena tidak adanya atau kurangnya pemahaman dan penghargaan atas budaya etnik/bangsa lain, maka salah satu usaha untuk menyikapinya adalah dengan mendidik manusia-manusia atau masyarakat kita agar mereka mengetahui dan menghargai berbagai perbedaan budaya tersebut. Melalui pendidikan ini kita dapat menciptakan generasi-generasi baru yang tidak terkungkung oleh perspektif sempit yang menyesatkan. Kita harus mengganti cara berpikir demikian dengan pandangan-pandangan yang lebih sesuai dengan realitas dan tuntutan global. Azyumardi Azra(2003) menekankan bahwa pembentukan masyarakat multikultural Indonesia tidak boleh dilakukan dengan cara trial and error, namun harus dilakukan secara sistematis, integrated, dan berkesinambungan. Langkah yang paling strategis menurut Azra adalah melalui Pendidikan Multikultural yang diselenggarakan melalui seluruh lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal, dan bahkan informal dalam masyarakat. Kebutuhan dan urgensi pendidikan multikultural ini telah cukup lama dirasakan oleh bangsa-bangsa majemuk termasuk Indonesia.
Secara sederhana pendidikan multikultutal dapat diartikan sebagai pendidikan untuk/tentang keanekaragaman budaya(Cultural Diversity) dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan. Secara normatif pendidikan multikultural ini sudah sangat relevan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945; UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah; dan UU No. 20 taun 2000 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Menurut Gollnich(dalam Sleeter & McLaren,1995 ada 5(lima) tujuan Pendidikan Multikultural yang harus kita pahami:
Pertama, memperkenalkan nilai dan kekuatan dari keanekaragaman kultural; Kedua, memperkenalkan HAM dan Demokrasi; Ketiga, memperkenalkan pilihan-pilihan hidup alternatif bagi manusia; Keempat,memperkenalkan keadilan sosial dan kesempatan yang sejajar bagi semua orang; Kelima, memperkenalkan keseimbangan dalam distribusi kekuatan di antara kelompok-kelompok yang berbeda.

Sedangkan materi pokok(core) menurut Tim O’Sillivan et al,(1994) harus memuat berbagai materi yang terangkum dalam 4(empat( tema, yaitu:
Pertama, Konsep tentang kebudayaan dalam hubungannya dengan kepentingan politik; Kedua, pluralitas serta sifat multikultur masyarakat Indonesia. Yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa bukan saja kemajemukan itu menimbulkan keberagaman atau perbedaan cara hidup(way of life). Yang lebih penting adalah melihat kemajemukan serta multikultural sebagai wilayah pertarungan yang tanpa henti, baik dalam bentuk yang tersembunyi(latent) maupun terbuka(manisfest). Konflik itu berlangsung dalam tataran yang bersifat horizontal karena adanya perbedaan etnis, ras, gender, serta keagamaan, maupun akibat dari perbedaan akses terhadap sumber daya ekonomi dan politik yang bersifat vertikal. selain membicarakan persoalan konflik beserta sebab-sebabnya yang harus diperhatikan adalah bagaimana meyelesaikan konflik itu; Ketiga, Politik Identitas. Dalam masyarakat multikultural, pasti terjadi fenomena paradoksal, yaitu dengan munculnya isu globalisasi seakan-akan identitas budaya tidak menjadi penting dan relevan Padahal dibalik globalisasi yang mengandaikan penyeragaman total ke setiap wilayah itu, mencuat pula penguatan identitas berdasarkan subkultur yang diyakini harus dipertahankan oleh masing-masing kelompok budaya. Penguatan identitas itu bukan sekedar persoalan psikologis, tetapi merupakan wujud dari kekuatan ideologis yang terdapat dalam lokus budaya tertentu; Keempat, Peran media massa dalam masyarakat multikultural. Media massa selama ini dipandang sebagai cermin pasif yang dapat memantulkan realitas sosial secara jernih. Padahal, yang sebenarnya terjadi, media massa selalu saja pernuh dengan berbagai kepentingan, baik yang berasal dari persoalan ekonomi-politik(kepemilikan media) maupun nilai-nilai ideologis para jurnalis. Sehubungan dengan hal itu, maka tidaklah benar atau tepat kalau media dianggap sebagai cermin dari realitas sosial. Dalam hal ini menjadi menarik untuk membicarakan persoalan representasi kultural beserta sejumlah konflik yang menyertainya dalam media massa. Hal itu dengan maksud bahwa media massa pun sedikit banyak mempunyai kontribusi dalam meningkatkan potensi serta tingkat ketegangan konflik kultural.

VI. PENUTUP
Kita memang berbeda, namun bukan untuk dibeda-bedakan. Perbedaan/keragaman tersebut merupakan anugerah yang patut kita hormati, akui, dan kita hargai sebagai sebuah realitas sosial yang tidak bisa kita tolak. Secara ilmiah, alam dan manusialah yang membuat kita berbeda dari Sabang sampai Marauke. Yang terpenting bagi kita semua adalah adanya kemauan untuk memahami, menghargai, mengakui dan menerima keberagaman yang sudah menjadi realitas sosial. Memahami kebudayaan lain bukan berarti lalu menerima dan mempraktekkannya dalam diri kita. Sesungguhnya kita bangsa Indonesia sudah lama mengenal masyarakat Bhinneka Tunggal Ika, kita tahu itu, kita menyadari bahwa kita memiliki keanekaragaman suku, budaya, agama, bahasa, dan lain-lain. Namun ada satu hal yang masih dan sangat perlu dibentuk melalui pendidikan multikultural dan pemahaman tentang relativitas budaya di atas adalah menumbuhkan rasa dan kesadaran kita tentang pentingnya menghargai, mengakui, dan menerima keberagaman yang sudah ada. Biarlah tiap-tiap suku bangsa(Etnik) mengembangkan masyarakat dan kebudayaannya dan memupuk kebanggaan terhadap keungulan etniknya masing-masing, tetapi dengan syarat tetap menjunjung tinggi identitas nasional(nasionalisme) sebagai bangsa Indonesia. Kita pelihara kesatuan(berbagai identitas etnik) dan persatuan(bangsa Indonesia). Apabila kita kurang bijak dan kurang terbuka menyikapi keberagaman yang semakin kompleks ini, maka konflik sosial yang berakibat pada kehancuran umat manusia dan disebabkan oleh kebodohan umat manusia, telah menunggu-ibarat mulut buaya yang sedang menganga menunggu mangsanya. Maka tidak keliru, apabila Marthin Luther King, Jr mengingatkan kita semua dengan sebuah kalimat: “Unless we learn how to live together as brothers and sisters, we shall die together as fools.”

.


39 Tanggapan to “PENTINGNYA MEMAHAMI,MENGHARGAI,MENGAKUI DAN MENERIMA PERBEDAAN”


  1. 1 korantarget
    Februari 7, 2009 pukul 4:59 pm

    Ketimpanganlah sumber segala Prasangka !!!

  2. Februari 7, 2009 pukul 7:08 pm

    Okay koran, terima kasih komentnya, sukses untuk anda.

    Regards, agnessekar

  3. Februari 7, 2009 pukul 9:16 pm

    hmm … memang susah menyatukan perbedaan … karena tiap orang punya kepentingan … yang sayangnya satu sama lain sering berbenturan

  4. Februari 8, 2009 pukul 4:42 am

    Betul Pak Hilal, untuk itulah tulisan ini merupakan upaya yang harus kita lakukan untuk menyikapi perbedaan itu , bukan untuk dipersoalkan tapi untuk dipahami sehingga kita dapat menerima perbedaan tsb. Terima kasih kunjungannya. Surprise untuk Bapak.

    Regards, agnes sekar

  5. Februari 8, 2009 pukul 8:11 pm

    Perbedaan itu rahmat.. kalau bisa diperlakukan dengan benar. Bayangkan jika tidak ada perbedaan, hidup ini tidak dinamis rasanya.

  6. Februari 8, 2009 pukul 8:25 pm

    Okay, terima kasih komentnya.

    Regards, agnes sekar

  7. 7 lindanisida
    Februari 8, 2009 pukul 9:22 pm

    BERSATU DALAM PERBEDAAN ,ANEKA RAGAM , tidak berarti kita harus seragam dan semua sama. Namun artinya dalam komunitas itu bagaimana kehadiran kita disana……. membawa WARNA .
    MELENGKAPI orang lain karena manusia itu tidak ada yang sempurna, sehingga satu sama lain saling menopang dan melengkapi.
    Antar orang saling menghargai.Kehadiran yang satu melengkapi yang lain.Buah pikirang yang satu, memperkaya yang lain.
    Ada yang tanggalkan dan dibuang ( perilaku yang nyeleneh ) dan ada yang semakin dipoles dan diperindah.
    Sehingga dalam keberanekaan , kita tetap menjadi suatu bangsa, suku yang unik …..

    Semoga kita bangsa semakin dewasa dan bisa memahami dan menghargai .

  8. Februari 9, 2009 pukul 6:59 am

    Terima kasih komentnya Bu Linda, seperti demikianlah yang kita harapkan bersama, berbeda tanpa harus berkonflik, karena yang satu melengkapi lainnya, sehingga hidup menjadi indah.

    Regards, agnes sekar

  9. Februari 9, 2009 pukul 8:35 am

    yang saya agak risi, sejak otda… sering sekali fenomena perbedaan “putra daerah dan non putra daerah”mengemuka…

    apa sih bedanya putra daerah atau tidak… yang penting kualitas orangnya.

  10. Februari 9, 2009 pukul 9:27 am

    Hal tersebut merupakan salah satu yang di beda-bedakan, seharusnya kita semua bersikap netral tidak melihat pribumi atau pendatang yang penting berkualitas dan dapat bekerja sama dengan baik,. Sukses untuk anda.

    Regards, agnes sekar

  11. Februari 10, 2009 pukul 10:05 am

    walaupun beda-beda tapi tetap satu jua 🙂
    .
    lam kenal k’ sekar 🙂

  12. Februari 10, 2009 pukul 1:11 pm

    Lam kenal kembali,

    Regards, agnessekar

  13. 13 omiyan
    Februari 12, 2009 pukul 3:09 pm

    Nabi sendiri tidak pernah membeda-bedakan umat-Nya baik yang seagama maupun tidak…

    ya persislah sapertos slogan abdi 2Perbedaan 1 hati

    beda teu nanaon nu penting sami tujuanna

  14. Februari 12, 2009 pukul 6:23 pm

    Sumuhun satuju ari kitumah, Haturnuhun komentarna.

    Salam baktos ,

    agnes sekar

  15. Februari 12, 2009 pukul 6:38 pm

    PENTINGNYA MEMAHAMI,MENGHARGAI,MENGAKUI DAN MENERIMA PERBEDAAN” … yayaya … sangat penting dan aku se7 banget !!!
    Kalo kita tidak paham, tidak mo paham … celaka 17 deh!!!

  16. Februari 12, 2009 pukul 6:42 pm

    Terima kasih komentnya Abrus, sukses untuk anda

    Regards, agnes sekar

  17. Februari 13, 2009 pukul 5:49 pm

    setubuh,,, eh setuju mbak…. 🙂

    Dunia ini akan terasa indah jika semua orang saling MEMAHAMI,MENGHARGAI,MENGAKUI DAN MENERIMA PERBEDAAN antara satu dengan yang lain…

    Tak akan ada yang namannya pertentangan dan peperangan 🙂

  18. Februari 13, 2009 pukul 6:28 pm

    Terima kasih komentnya bujang lahat, God Bless U Always

    Regards, agnes sekar

  19. Februari 14, 2009 pukul 7:13 am

    tks bu atas kunjunganya
    ya menurut saya perbedaan adalah sunatullah (keniscayaan) karena dunia ini ada karena untuk mewadahi perbedaan, diciptakanNYA alam bumi dan sesisinya adalah ekspresi dari perbedaan itu sendiri.

    mendialogkan perbedaan adalah sebuah kebutuhan agar tidak terjadi gap, disparitas, ….

    kajian multikultur, pluralisme sangat penting untuk terus dibumikan……..

    tx

  20. Februari 14, 2009 pukul 11:30 am

    Terima kasih komentnya shalimov.

    Regards. agnes sekar

  21. Februari 16, 2009 pukul 12:22 pm

    salam kenal!!!

    itu baru dasyat, mengerti akan orang lain pasti akan mengerti arti hidup kita di muka bumi

  22. Februari 16, 2009 pukul 2:51 pm

    Terima kasih komentnya Zackline, sukses untuk anda.

    Regards, agnes sekar

  23. Maret 3, 2009 pukul 10:23 am

    kecenderungannya adalah adanya suatu prasangka terhadap kelompok lain, perbedaan dalam arti sempit adalah lawan. multikulturalisme dibangun dengan meninggalkan prasangka tersebut. artikelnya sangat bermanfaat to membangun semangat multikulturalisme di Indonesia

  24. Maret 3, 2009 pukul 2:42 pm

    Selamat siang Faricha, semangat multikulturalisme perlu dibangun dengan memahami, mengakui dan menerima perbedaan yang ada, Terima kasih komentnya, Sukses untuk anda.

    Regards, agnes sekar

  25. Maret 6, 2009 pukul 5:19 pm

    Setuju. Kita harus selalu menghargai perbedaan. Sebenarnya perbedaan bukanlah sebuah persoalan inti. Manusi yang kembar saja berbeda. Yang intilah bagaimana kita saling menyesuaikan perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Trim Komentarnya

  26. Maret 6, 2009 pukul 6:22 pm

    Okay Ishak terima ksih untuk semuanya, Sukses untuk anda.

    Regards, agnes sekar

  27. Maret 10, 2009 pukul 10:56 am

    Mengenalkan nilai2 multikultural hanyalah awal dari basis pluralisme.
    Sayangnya, pluralisme tidak dimekarkan hingga mendarah daging, melainkan hanya tempat bersembunyi beberpa kelompok minoritas atas hegemoni dan represi kaum mayoritas.
    Masalah terbesarnya, menurutku, adalah belum ada ideologisasi pluralisme. Kalopun ada seringkali terjebak pada sikap2 peyoratif atas kehadiran agama.
    Dan ideologisasi, ujung2nya, membutuhkan sistem kurikulum pendidikan yg terpadu.
    Segitu dulu ah,

    blog anda bagus:)

    salam kenal
    adit

  28. Maret 10, 2009 pukul 6:58 pm

    Selamat malam Adit memerlukan kesamaan persepsi tentang multikultural dan perjuangan untuk mengsosialisasikannya, semoga kita semua bisa mengaplikasikannya, terima kasih koment yang cerdas.

    Regards, agnes sekar

  29. Maret 27, 2009 pukul 10:25 am

    Memahami, menghargai, mengakui, dan menerima perbedaan tidak cukup, karena yang terpenting adalah membebaskan orang lain untuk berbeda, karena itu seluruh UU haruslah tidak memaksa orang lain selama ia tidak mengambil hak orang lain.

  30. Maret 27, 2009 pukul 1:12 pm

    Selamat siang Zuriatul, setju, kita tidak boleh memaksakan kehendak kita agar orang lain sama dengan kita, bebas untuk berbeda, itulah yang kita harapkan bersama. Terima kasih komentnya, Sukses untuk anda.

    Regards, agnes sekar

  31. September 3, 2009 pukul 8:38 pm

    Salut, Ibu yang pintar, cantik, kulitnya mulus dan badannya sehat, Salam kenal Bu Sekar , Kunjungi blog saya ya ? Trim.

  32. 32 arum
    November 26, 2009 pukul 1:42 pm

    Mungkin, dengan belajar menerima kekurangannya… atau mencoba lebih mengerti mereka dengan apa adanya, sehingga perbedaan bisa di minimalisirkan. 🙂

    Tiap detik langkah kita, sebaiknya tanamkan dalam benak, bahwasanya “No Body Perfect”.

    It will be much better than argue something for un-necessary thing. Waste the time..
    Hehehhe, akyu sok tuwir yaaa…

    Pissssssss dagh from Ms. down to earth yg lg cari2 calon suami.. haha (teteup promosi)

  33. 33 rhe@
    Januari 1, 2011 pukul 12:03 pm

    bener banget,, tapi untuk menumbuhkan rasa memahami itu yang kadang terlupakan. Mudah2an bisa saling kita semua bisa saling memahami..

  34. 34 Sampe
    Januari 23, 2011 pukul 8:44 pm

    salut buat penulis

  35. Februari 12, 2012 pukul 2:52 pm

    meski sulit tp tetap berjuang untuk bisa memahami,cukup adil!!!

  36. 36 farida
    Maret 26, 2012 pukul 10:55 pm

    ka,,referensi tulisannya ga dicantumkan ya,,?

  37. Mei 9, 2013 pukul 5:45 pm

    Good way of describing, and good paragraph to take information on the topic of my presentation topic, which i
    am going to present in university. raspberry ketone scam – raspberry ketone side
    effects – where to buy raspberry ketones walmart

  38. 39 aliyah
    Agustus 26, 2014 pukul 9:53 am

    terima kasih tuk tulisannya karena kita dapat mengambil pelajaran yang sangan penting bagi anak-anak.


Tinggalkan Balasan ke agnes sekar Batalkan balasan


MY THOUGHT ABOUT THIS WORLD

Penulis

In here, I write my thought about this world, from any idea that speak about my job to my activities with my families and friends, which I like to share for you.
OK, Thanks for your attention and I hope it will be useful for us, especially for you.
GBU

Statistik Blog

  • 711.872 hits
Februari 2009
S S R K J S M
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
232425262728  

RSS Tentang Perempuan

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS Sekilas Berita

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.