UNDANG-Undang Hubungan Luar Negeri No. 37 Tahun 1999 Pasal 1 :”Daerah dapat bekerja sama langsung dengan lembaga profit di luar negeri. Namun harus mengacu pada kebijakan one door policy, diharapkan pemda dapat memanfaatkan peluang yang tawarkan untuk memajukan daerahnya, demikian hasil pembekalan Hubungan Luar Negeri bagi Pejabat Pemda dalam rangka Otonomi Daerah yang dilaksanakan dari 1 s/d 5 September 2003.
Berikut tulisannya :
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah memberikan peluang bagi Pemerintah daerah untuk melakukan berbagai kerjasama baik dalam maupun luar negeri untuk percepatan pembangunan daerah. Undang-Undang Hubungan Luar Negeri No. 37 Tahun 1999, sebagai contoh, boleh memberikan peluang untuk melakukan berbagai bentuk kerjasama Pemerintah Daerah dan Luar Negeri.
Dalam rangka pemberdayaan dan promosi potensi ekonomi daerah di luar negeri, Departemen Luar Negeri telah memprakarsai berbagai kegiatan yang tujuannya berbagai kegiatan yang tujuannya untuk lebih menarik
masuknya investasi ke Indonesia.
Hubungan dan kerjasama Pemda dengan Lembaga/Pihak di Luar Negeri memerlukan kegiatan yang teliti berkenaan dengan kompetensi serta seberapa besar kepentingan masyarakat yang dapat dicapai dari suatu
kerjasama serta kepentingan pihak lembaga di Luar Negeri sendiri.
Sehingga perlu kita ingat bersama adalah bagaimana suatu kerjasama dapat saling menguntungkan dan bermanfaat bagi kemakmuran rakyat? Hubungan dan kerjasama luar negeri yang dilakukan daerah dengan
lembaga/pihak di luar negeri selayaknya dapat memberikan hasil bagi masyarakat daerah terutama dalam segmen pelayanan publik. Kerjasama memerlukan pengertian pertimbangan yang matang dalam perumusan
kebijaksanaan suatu naskah yang disepakati.
Untuk itulah muncul suatu peraturan perjanjian internasional yang mengatur kehidupan dan pergaulan antar negara. Melalui perjanjian internasional, negara-negara menggariskan dasar kerjasama mereka, mengatur berbagai kegiatan, menyelesaikan berbagai masalah dengan kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri. Semua hubungan dan kerjasama dengan luar negeri diatur oleh hukum perjanjian internasional, yang menampung kehendak dan persetujuan negara dan subjek hukum internasional untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam melakukan hubungan dan kerjasama luar negeri jangan meninggalkan prioritas utama kepentingan nasional Indonesia adalah bagaimana menjaga dan mempertahankan keutuhan wilayah integritas dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari berbagai tantang dan ancaman baik langsung maupun tidak langsung yang berkembang lingkup eksternal dan domestik melalui berbagai instrumen kebijakan luar negeri.
Kemajuan teknologi komunikasi telah mendorong globalisasi saling ketergantungan antar negara dan antar masalah semakin erat.
Sejalan dengan proses globalisasi tersebut para pelaku hubungan internasional juga meluas, tidak mampu melingkupi negara (stateactors) saja, namun telah meluas pada aktor-aktor selain negara (non state actors) seperti organisasi internasional, LSM, Perusahaan Multinasional media daerah, bahkan individu. Pemberdayaan seluruh aktor hubungan luar negeri di maksudkan mewujudkan suatu diplomasi
yang memandang subtansi permasalahan secara integratif dan melibatkan semua komponen bangsa dalam suatu sinergi yang disebut Total Diplomacy.
Hubungan dan kerjasama diharapkan dilaksanakan atas dasar prinsip persamaan kedudukajn, saling menguntungkan, sesuai dengan kebijaksanaan politik luar negeri dan diselenggarakan dengan tetap
mempertahankan Hukum Nasional dan Hukum Internasional yang berlaku, dan dilakukan berdasarkan rencana pembangunan daerah yang sejalan dengan Rencana Pembangunan Nasional.
Serta dimanfaatkan untuk pelaksanaan aktivitas dan program berdasarkan kebutuhan negara yang mempunyai skala prioritas yang tinggi. Suatu kerjasama hendaknya disusun secara seksama berdasarkan skala prioritas dan dengan memperhatikan kebutuhan Pemerintah Daerah dan potensi yang dimiliki oleh mitra kerjasama luar negeri.
Salah satu kerjasama yang dapat menguntungkan Pemda adalah kerjasama antar Provinsi/Kota.
Kerjasama antar provinsi atau antar kota diharapkan dapat lebih efektif dalam menjalin hubungan bersahabat antar pemerintah kedua negara dan juga antar unit-unit atau masyarakat kedua negara yang
bersangkutan.
Kriteria pembentukan hubungan antar Provinsi/Kota (Sister Province/Sister City) antara lain :
Adanya kesamaan kedudukan dan status administrasi;
Adanya kesamaan ukuran dan fungsi;
Adanya kesamaan permasalahan ;
Adanya komplementarias antara kedua pihak dalam bidang ekonomi sehingga dapat menimbulkan aliran barang-barang dan pertukaran kunjungan pejabat/pengusaha misi-misi lainnya.
Penulis, adalah Kabag Bantuan dan Kerjasama Luar Negeri UPS Setda
Propinsi Kalimantan Tengah.
sebelumnya saya berterimakasih atas info yg udah di share…sungguh sangat bermanfaat. saya lulusan hubungan internasional yg kebetulan baru saja keterima cpns di bagian penyusun kerjasama luar negeri di pemkot tempat saya tinggal.Namun karena SK belum turun,maka saya juga belum mulai bekerja. tapi saya sudah banyak mencari informasi dan data2 mengenai pekerjaan yg nantinya akan menjadi tanggung jawab saya. kalo boleh,saya ingin mengetahui penjelasan lebih dalam mengenai kriteria pembentukan hubungan sister city yang saat ini sedang marak dikembangkan di beberapa daerah atau kota di dunia.dan apakah semua kriteria tersebut harus terpenuhi ketika suatu daerah ingin menjalin kerjasama sister city….terima kasih
Sister City atau Kerjasama Persahabatan dan Persaudaraan antar Kota atau antar Daerah, memang merupakan salah satu terobosan bagi percepatan pembangunan daerah dalam arti luas. Sister City adalah langkah maju, positif dan konstruktif yang harus mendapat dukungan semua pihak. Karena kerjasama itu akan menimbulkan dampak turunan (multy player effect) yang sangat luas. Sepanjang latar belakang, ide dasar, target sasaran, serta syarat-syarat dan prinsip Sister City dipamahi betul oleh para penggagas wacana serta para pelakunya.
Untuk itulah, dalam rangka merancang terbentuknya Kota Kembar (Sister City), secara umum, setidaknya perlu diperhatikan beberapa hal antara lain :
Latar Belakang Kesejarahan (Faktor Sejarah). Sebuah rancangan persahabatan dan kerjasama yang akan melibatkan peran banyak pihak, termasuk rakyat didalamnya, menempatkan faktor sejarah sebagai kunci pembuka. Dimana latar belakang kesejarahan kedua kota/daerah di masa lalu dapat dijadikan pembuka pintu pembicaraan, sehingga lebih mempermudah pembicaraan dan negosiasi menuju rencana-rencana dan kesepakatan-kesepakatan berikutnya. Karena setidaknya misi persahabatan dan kerjasama hari ini adalah episode lanjutan dari persahabatan dan kerjasama bilateral yang telah pernah terjalin jauh hari sebelumnya.
Latar Belakang Kebudayaan (Faktor Budaya dan adat istiadat). Persahabatan dan kerjasama dapat pula diawali dari adanya latar belakang kebudayaan dan adat istiadat. Sister City juga dapat menjadi jembatan budaya antar pihak untuk dapat saling mengenal dan saling memahami. Misalnya melalui pertukaran Misi Kebudayaan antar kedua kota/daerah yang menjalin hubungan persahabatan dan kerjasama. Melalui misi ini pula dapat lahir potensi kerjasama baru, seperti Wisata Budaya dan Pariwisata dalam arti luas.
Potensi Daerah. (Faktor Potensi). Ketertarikan untuk menjalin persahabatan dan kerjasama antar kota/daerah, juga bisa timbul dari sisi potensi daerah yang relatif sama. Identifikasi potensi dan keunggulan daerah ini dimaksudkan guna memudahkan pengelolaan potensi dan sumberdaya yang kita miliki dengan memanfaatkan relasi, pengalaman dan hasil-hasil penelitian serta tekhnologi pengelolaan yang lebih baik, sebagaimana yang telah diterapkan oleh kota/daerah saudara dan sahabat kita. Misalnya sharing informasi dan pengalaman antara Petani dengan Petani, Petani dengan Pengusaha, Petani dengan Peneliti, serta Petani dengan tekhnologi baru (alih tekhnologi).
Kerjasama dapat pula dilakukan dalam bentuk sharing informasi dan pengalaman dibidang perencanaan, penataan ruang dan wilayah, tata kota, pelayanan publik, air bersih, pendidikan, kesehatan, pengelolaan lingkungan dan persampahan, penataan birokrasi dan manajemen pemerintahan, perhubungan dan transportasi, tenaga kerja, pengelolaan SDA, dan lain sebagainya.
Kesamaan dan keterkaitan potensi sangat diperlukan dalam bekerjasama, sehingga antara satu pihak dengan pihak lainnya dapat saling membuka peluang pasar, prospek investasi serta kesempatan kerja. Karena apabila kita tidak memiliki kesamaan, kemiripan dan keterkaitan potensi antar pihak, maka dikhawatirkan akan terjadi hubungan kerjasama yang timpang, kita hanya akan menjadi “pasar dungu” dan konsumen tolol, serta menjadi hamba bagi segala barang-barang produksi mereka.
Perdagangan dan Dunia Usaha (Faktor Ekonomi). Persahabatan dan kerjasama juga memiliki target ekonomi. Sister City juga diharapkan mampu membuka peluang pasar bagi kalangan dunia usaha, perdagangan dan investasi. Sehingga kerjasama ini juga diharapkan mampu membangun proses saling menguntungkan kedua belah pihak (simbiosis mutualisme).
Sister City diharapkan mampu mempertemukan Pengusaha dengan Pengusaha dari kedua belah pihak (antara pengusaha lokal daerah kita dengan pengusaha setempat), guna dapat saling bekerjasama secara imbang dan adil dalam kesetaraan, berbagi informasi dan pengalaman dibidang perdagangan dan investasi serta dunia usaha dalam arti luas.
Sister City juga dapat menjadi suatu forum yang cukup efektif untuk menggerakkan roda perekonomian di level mikro, menggairahkan dunia usaha dan menyehatkan iklim investasi di daerah. Kerjasama yang imbang dan kesetaraan sangat perlu ditekankan, sehingga kerjasama yang terbangun adalah sebuah kerangka kerjasama yang saling menguntungkan serta saling memberi manfaat. Bukan malah sebaliknya, salah satu pihak mendominasi pihak lainnya. Atau bahkan salah satu pihak merasa sangat superior dihadapan pihak lain yang inferior.
Iptek dan SDM (Faktor Pendidikan). Manfaat kerjasama Sister City bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (Iptek), serta bagi peningkatan sumberdaya manusia (SDM), merupakan salah satu point penting yang harus mendapat perhatian serius dari sekian banyak agenda penting lainnya. Untuk itulah pelibatan akademisi dan kalangan perguruan tinggi untuk dapat menjalin kerjasama antar Perguraun Tinggi (University to University), perlu mendapat porsi yang cukup dalam proposal kerjasama yang akan dibangun.
Dari kerjasama antar Perguruan Tinggi ini, akan terjalin kerjasama yang lebih komprehensif dibidang Iptek dan SDM, yang akan melibatkan antar akademisi, antar ilmuwan, antar peneliti dan antar lembaga penelitian, yang hasilnya diharapkan akan lebih mempercepat lahirnya SDM trampil dengan penguasaan iptek yang tinggi, serta akan mempercepat pula terwujudnya transfer keahlian, penerapan dan penyerapan tekhnologi baru (alih tekhnologi).
Hal ini menjadi isu yang sangat strategis dan cukup sensitif dalam setiap kerangka kerjasama, terlebih dengan negara-negara yang lebih maju, karena tidak jarang kerjasama yang mereka lakukan tidak lebih hanya untuk mencari atau memperluas wilayah “jajahan” baru, bagi uji coba iptek terkini dan pemasaran barang-barang hasil produksi industri mereka.
Sosial Kemasyarakatan (Faktor Sosial Masyarakat). Potensi Sosial Kemasyarakatan ini dimaksudkan, bahwa kerjasama yang kita bangun sedapat mungkin harus berorientasi dan berpihak pada kelompok masyarakat yang lebih luas dengan jumlah yang lebih banyak. Bukan kerjasama yang hanya akan menguntungkan sekelompok kecil golongan tertentu. Sehingga prinsip Kerjasama People to People (Rakyat dengan Rakyat) benar-benar tercermin dari besarnya kuantitas keterlibatan masyarakat serta stakeholder lainnya secara luas.
.
Politik (Faktor Politis). Sebagaimana latar belakang dan ide awal lahirnya Kerjasama Persahabatan Sister City oleh Eisenhower, yang dihajatkan sebagai sarana diplomasi politik negara ditingkat regional dan Internasional, maka keterlibatan agenda-agenda Politis Pemerintahan kedua belah pihak, Government to Government (Pemerintah dengan Pemerintah) tidak dapat dihindari.
Oleh karena itulah, dalam kerjasama Sister City juga terselip misi-misi politis yang mewakili kepentingan bangsa dan negara, termasuk didalamnya penerapan pandangan dan kebijakan politik luar negeri suatu negara.
Pada sisi dan sudut pandang inilah, keterlibatan lembaga-lembaga politik negara tidak bisa diabaikan. Bahkan pada saat dan moment tertentu, pandangan dan kebijakan politik seringkali menjadi salah satu pertimbangan yang cukup menentukan dalam memilih, menetapkan, melanjutkan atau menghentikan suatu proyek kerjasama persahabatan dengan pihak lain.
Dari uraian di atas, walau masih jauh dari sempurna, namun setidaknya kita memiliki sketsa (dari pada tidak jelas, kabur atau gelap sama sekali), bahwa untuk merancang sebuah program kerjasama, setidaknya kita harus memiliki agenda yang jelas dan target yang strategis dan terukur.
Maaf ya Erina baru dibalas sekarang karena baru lihat karena banyak terfokus pada site : agnessekar.com namun demikian tetap saya upayakan untuk menjawabnya, Terima kasih kunjungannya, Sukses untuk anda.
Regards, agnes sekar